I. Pengertian
Dari segi bahasa; zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu berarti keberkatan, al-namaa berarti pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharatu berarti kesucian dan ash-shalahu yang berarti keberesan.
Sedangkan
dari segi peristilahan, zakat adalah bahagian dari harta yang
diwajibkan Allah SWT kepada pemiliknya untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya apabila telah melewati batas minimum/nisab.
II. Dasar Hukum
Perintah menunaikan zakat secara umum dapat dilihat dalam ketentuan al-Qur’an dan al-Hadis, diantaranya:
1. An-Nisa’ ayat 77:
Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat hartamu.
2. At-Taubah ayat 103:
“Ambillah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan mereka.
3. Al-Baqarah ayat 277:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman serta mengerjakan kebaikan, melakukan shalat,
dan membayar zakat, mereka itu memperoleh ganjaran dari sisi Allah,
mereka tiada akan takut dan tiada akan berduka cita”.
4. Hadis Muttafaqun alaih:
“Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar: 1. Syahadatain 2. shalat lima waktu 3. membayar zakat 4. Haji (bagi yang mampu) dan 5. Berpuasa dalam bulan Ramadahan.
5. Hadis Riawayat Ahmad dan Muslim:
Dari
Abu Hurairah: Telah berkata Rasulullah saw, seseorang yang menyimpan
hartanya, tidak dikeluarkan zakatnya, akan dibakar dalam neraka
jahannam, baginya dibuatkan setrika dari api kemudian disetrikakan ke dalam…, dan seterusnya.
III. Sumber-sumber Zakat
Sepanjang
tekstual Hukum Islam, zakat itu dikelompokkan ke dalam tiga jenis,
yaitu: Zakat Hasil, zakat Dagang dan Zakat Kekayaan. Sedangkan jenis
harta yang dijumpai dibebani kewajiban zakat (ada
persetujuan pendapat para ahli hukum sepenuhnya) ialah: Logam (Perak
dan Emas), Hewan (unta, sapi dan domba) serta Buah (korma dan anggur).
Sedangkan sepanjang pendapat
para ulama terdahulu/klasik (sebahagian ada yang menyempitkan,
sedangkan sebahagian lagi meluaskan pendapatnya dengan jalan
analogi/qiyas), sumber zakat itu terdiri dari: 1. Zakat Hewan Ternak 2. Zakat Emas dan Perak 3, Zakat Pertanian 4. Zakat Perdagangan 5. Zakat Barang Temuan.
Sekarang timbul pertanyaan, apakah sumber-sumber zakat menurut ketentuan Islam hanya sebatas itu saja?. Kalau demikian halnya maka akan terjadi seorang petani kecil di Desa terpencil yang
cuma berpenghasilan sekitar 425 sukat padi (diperhitungkan dengan uang
sekitar Rp. 2.213.750.- s/d Rp.2.500.000.-) per sekali panen
(penghasilan untuk jangka waktu sekitar enam bulan) sudah dibebani
kewajiban zakat hasil pertanian, sebaliknya seorang petani kentang,
palawija, sawit, karet, cengkeh yang berpenghasilan jutaan bahkan
puluhan juta rupiah sekali panen dibebaskan dari kewajiban zakat.
Kalau demikian halnya, maka Ketentuan Hukum Islam itu sangat tidak adil, karena hanya menguntungkan dan menyenangkan bagi orang-orang berada saja, sebaliknya orang-orang miskin diperas sedemikian rupa. Padahal sesungguhnya
kalau kita teliti secara seksama, setiap harta (apapun jenisnya)
dibebani kewajiban zakat, sebab setiap ayat Al-Qur’an yang berkenaan
dengan kewajiban zakat, senantiasa mengemukakannya dengan perkataan al Maal dan al Amwal yang berarti harta, tidak diperinci dengan kata
unta, sapi, domba, gandum, korma dan lain-lain (baca antara lain QS.
Maryam: 31, 55; An-Nisa’: 76, 161; Al-maidah: 13, 84; Al-Baqarah: 43,
73, 110, 176, 277; At-Taubah: 6, 12, 19, 72; Al-Kahfi: 82; An-Nur:
37, 66; Al-A’raf: 155, Al-Anbiya: 73; Al-Mukminun: 4; Al-Bainat: 5;
Al-Ahzab: 33; Al-Hajj: 41, 78; Al-Sajadah: 7; Luqman: 4; Al-Mujadalat:
13; Al-Muzammil: 20).
Selain
itu perlu juga dikemukakan bahwa bahwa pengungkapan kewajiban zakat
dalam setiap firman Allah SWT senantiasa berdampingan dengan kewajiban
shalat. Dengan demikian dapat dipahami sesungguhnya zakat dalam agama
Islam merupakan azas yang paling prinsipil, sama halnya seperti shalat.
Posisi zakat yang prinsipil ini dapat juga difahami dari realitas sejarah, sewaktu gerakan riddat (belot agama) meluas sepeninggal Nabi, sehingga kekuatan Islam ketika itu hanya bertumpu di Madinah dan Makkah saja, mereka mengirim perutusan untuk menemui
Khalifah Abu Bakar di Madinah untuk menuntut peringanan kewajiban
zakat, atau meninggalkan Islam sama sekali, pada saat itu khalifah Abu
Bakar menyatakan jawaban yang keras sebagai berikut: “Demi Allah daku
akan memerangi pihak yang membedakan Shalat dan
Zakat, Zakat itu kewajiban harta. Demi Allah ! jika mereka menahan
sedikit saja dari jumlah yang biasa ditunaikan kepada Rasulullah, daku
berperang terhadap keengganannya itu”.
IV. Sumber-sumber Zakat dalam Perekonomian Modern
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa seluruh
jenis harta apapun dibebani kewajiban zakat walaupun tidak ada contoh
konkritnya di zaman Rasulullah, akan tetapi karena perkembangan
ekonomi, menjadi benda yang bernilai, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Berdasarkan qiyas, kaidah fiqhiyah dan maqasid syara’ dalam perekonomian modern dewasa ini sumber-sumber zakat itu antara lain adalah: a) Zakat Profesi b) Zakat Perusahaan c) Zakat Surat Berharga d) Zakat Perdagangan Mata Uang e) Zakat Hewan Ternak yang diperdagangkan f) Zakat Madu dan Produk Hewani g) Zakat Investasi properti h) Zakat Asuransi Syari’ah I) Zakat Usaha Tanaman Angrek, wallet, Ikan Hias, dll. J) Zakat Sektor Rumah Tangga.
Secara
kontekstual yang perlu mendapat perhatian kita adalah menyangkut zakat
profesi. Menurut Yusuf Qardawi, di antara hal yang penting untuk
mendapat perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau
pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya,
baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
pendapatan semacam ini dalam ushul fiqh disebut al-maal al-mustafaad, semua pendapatan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah sampai nishab
wajib dikeluarkan zakatnya, yang menajadi dasar adalah ketentuan
Al-Qur’an yang menegaskan “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian
(QS; adz-Dzariyat: 19).
Zakat
profesi ini sangat penting untuk disosialisasikan, mengingat pada
masyarakat kita sekarang ini potensi zakat profesi tersebut volumenya
cukup besar, terutama sekali akibat bekembangnya beberapa profesi
ditengah-tengah masyarakat dewasa ini, seperti dokter, notaris,
konsultan teknik, penasehat hukum/konsultan hukum/advokat, konsultan
manajemen, akuntan, aktuaria dan lain-lain sebagainya.
Adapun besar zakat penghasilan tergantung kepada sumber penghasilan itu sendiri, apabila penghasilan berasal
dari pendapatan sebagai pegawai dan golongan profesi yang diperoleh
dari pekerjan (penerima gaji) maka zakatnya sebesar seperempat puluh
(2,5%).
Sedangkan ukuran nishab yang paling tepat digunakan adalah pendapatan dalam setahun, yaitu apabila penghasilan pegawai dalam satu tahun mencapai nishab (setara dengan 85 gram emas) maka sudah wajib zakat.
Untuk lebih memudahkan dan meringankan dalam pelaksanaannya, zakat dapat dibayarkan setiap
kali menerima gaji. Apalagi dewasa ini sudah banyak Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang dikelola secara professional (seperti Lembaga Amil Zakat
Pedumali Umat Waspada yang dikelola oleh Harian Waspada Medan )
yang akan mengelola dan menyalurkan dana zakat secara professional,
sehingga manfaatnya akan lebih besar bagi pembangunan umat Islam.
V. Himah dan Manfaat Zakat
Hikmah dan manfaat zakat secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
Zakat
sebagai perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya,
menumbuhkan akhlaq mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sikap kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki (QS. Attaubah: 103, Ar-Rum: 39, Ibrahim: 7).
Selain
itu zakat merupakan hak mustahik, karena itu zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka kearah kehidupan yang lebih baik
dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidunya
dengan layak, dapat beribadah, terhindar dari kekufuran, menghilangkan
sifat iri, dengki (QS. An-Nisa’ 37).
Sedangkan
apabila dilihat dari sudut sosiologis, zakat sebagai pilar amal bersama
(jama’i) antara orang-orang yang berkecukupan dengan para mujtahid yang
seluruh hidupnya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, sehingga
tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha untuk nafkah diri
dan keluarganya. (QS. Al-Baqarah: 273)
Dari
sudut kepentingan pembangunan, zakat sebagai salah satu sumber dana
bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat
Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun
ekonomi, sekaligus sebagai sarana pengembangan klualitas Sumber Daya
Insani. Dari sisi kesejahteraan pembangunan umat, zakat merupakan salah
satu instrumen pemeratan pendapatan, apabila zakat dikelola dengan baik memungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi, sekaligus pemerataan pendapatan (QS AlHasyr: 7).
Dan
yang tidak kalah pentingnya untuk memasyarakatkan etika bisnis yang
benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan
tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT (HR. Imam Muslim: Allah SWT tidak menerima sedekah (zakat) dari harta yang didapat secara tidak sah).
VI. Penutup
Tulisan sederhana ini ingin saya tutup dengan ungkapan
bahwa Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, artinya ibadah yang
memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam membangun masyarakat,
jika dikelola dengan baik (pengumpulan dan pendistribusiannya) akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kewajiban zakat dikenakan kepada setiap harta benda yang memiliki nilai ekonomi yang sudah sampai nishabnya.
Ibadah zakat memiliki hikmah dan manfaat, baik kepada pemberi zakat (muzakki) maupun kepada penerima zakat (mustahik), maupun masyarakat secara keseluruhan.
Demikianlah, mudah-mudahan uraian ini manfaatnya bagi kita bersama.
0 komentar:
Posting Komentar