This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Senin, 26 Oktober 2009

UPAYA MENGEMBALIKAN KEFITRAHAN HATI 2

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Lawan dari fitrah ini, adalah dosa. Apa itu dosa? Al-Qur’an menyebut orang yang berdosa itu sebagai zhâlim –yang sudah menjadi bahasa Indonesia, zalim, lalim—dan sering diterjemahkan dengan arti aniaya. Secara harafiah, zhâlim artinya orang yang menjadi gelap.  Dosa dalam bahasa Arab, zhulmun, kegelapan, artinya membuat hati yang gelap (suara hati yang tertutup).  Kalau seseorang banyak berdosa, maka hati (suara hati)-nya tidak lagi bersifat nurani bersifat cahaya bandingkan istilah bahasa Indonesia suara-hati [kata-hati] dengan hati-nurani ini.

E. Antara Aku Yang Berusaha Mengembalikan Fitrah Hatiku Dan Allah Tuhanku


Saat tadi pagi aku bangun tidur.. aku sungguh merasa bahwa hari ini dunia akan terasa berat di pundakku.. tapi ketika kemudian aku mengambil air wudhu.. seketika itu pula pikiran dan jiwaku tersiram oleh sejuknya cinta-Mu yang Engkau kirimkan melalui sang air. Begitu segarnya siraman sang air, menelusup perlahan melalui pori-pori kulit yang (lagi-lagi) adalah nikmat dan karunia dari_Mu. Di dinginnya fajar ini Engkau mengguyurku dengan hangatnya kerinduan sebagai panggilan untuk memadu cinta antara aku dan Engkau.


Lalu kulangkahkan kakiku kembali ke bilik berukuran 3x3, kubentangkan sajadah hijau, kukenakan Sarung, Kopyah. Alhamdulillah dalam adegan (yang mungkin terlihat singkat ini) ada banyaaaaaak sekali anugerah-Mu aku masih bisa berjalan, berdiri, bernafas, menggerakkan tangan, dan berjuta anugerah yang lainnya. Kuberdiri menunduk menuju hadirat-Mu, kupasungkan niat hanya untuk Engkau aku ingin menemui Engkau.. Kekasih Sejatiku


Kuucap takbiratul ihram. AllahuAkba¦.Allah Maha Besar Hatiku gemetar Engkau sungguh Akbar ya Robbi, sedangkan aku hanyalah seorang hamba yang dzolim.. yang terus mengingkari nikmat-Mu, di setiap langkahku aku seringkali lalai, padahal sudah begitu sering dan banyak Engkau kirimkan pesan cinta-Mu untukku tapi sungguh.. aku hamba yang kerdil. Yang seringkali tak dapat membaca pesan peringatan yang Engkau kirimkan. Tanganku yang sedekap, semakin kuat merasakan degup jantungku.

Saat aku ruku’. Subhana Robbiyal ˜adhiimi wabihamdihi, Maha Suci, Tuhan Yang Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya. Maha Suci Engkau ya Robb, yang telah menciptakan kami dalam kefitrahan, dan semoga kelak pun Engkau mengijinkan kami menghadap-Mu dalam kefitrahan. Dalam ruku Engkau membelajarkanku untuk bermuamalah. Aku teringat kembali dengan nikmat-Mu yang lainnya, yaitu Engkau telah mempertemukanku dengan saudara-saudariku dan sahabat-sahabatku. Hingga aku dapat merasakan betapa nikmatnya ukhuwah ini. Menjadi perhiasan megah dalam perjalananku menuju kepada-Mu.


Saat aku I’tidal..Samiâ Allahu Liman Khamidah.. Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Engkau sungguh Maha Mendengar hingga setiap saat Engkau selalu bersedia mendengarkan kisah-kisahku, keluh kesahku, doa-doaku dan tangisanku Engkau selalu ada untuk hamba-hamba-Mu. Hingga di sepertiga malam-Mu, Engkau selalu setia menunggu kami di pintu gerbang ampunan-Mu.. tapi kami masih juga sering lalai.astaghfirullah.. ampuni kami yaa Robb.


Saat aku sujud. Subhana Robbiyal aâlaa wa bihamdihi.. Maha Suci Tuhan, Maha Tinggi serta memujilah kepada-Nya. Ketika kening ini menempel di bumi-Mu, yang terlihat adalah Keagungan-Mu, kemurahan-Mu dan pintu ampunan-Mu.. yang Engkau buka lebar-lebar bagi hamba-hamba-Mu. Tapi kami masih sering lalai Ya Robb. Pada momen ini, hanya ada aku dan Engkau, berdua dalam naungan kalimat-Mu. Dan ijinkan aku memanjatkan do’a sebagai ungkapan syukur dan penghambaanku pada Engkau.


Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjaga lisan kami, supaya ia pandai memilih kata-kata yang tidak sia-sia dan bermanfaat, kata-kata yang Engkau suka bila mendengarnya agar mulut ini menyenandungkan nada-nada keimanan dan keagungan-Mu


Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjaga mata kami, menundukkannya dari yang bukan haknya untuk dipandangi membukanya lebar ketika lembaran Al Qur’an terbentang dan saat akhir malam Engkau membangunkannya.


Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjaga kaki dan tangan kami, agar senantiasa melangkah dan melakukan kebajikan sebagai perantara untuk dapat bermanfaat bagi ciptaan-Mu yang lainnya.


Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjaga pendengaran kami, agar senantiasa mendengarkan kalimat-kalimat-Mu dan membiarkan berlalu perdengaran-pendengaran yang tidak berguna.


Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjaga kami, jiwa kami, hati kami agar selalu dalam keimanan dan hidayah-Mu, hingga suatu saat nanti kami sudah siap ketika Engkau memanggil kami pulang.


Ya Allah maafkan kami, jika terlalu banyak meminta, sedangkan sedikit sekali yang bisa kami persembahkan untuk Engkau, namun permintaan kami ini adalah wujud penghambaan dan ketergantungan kami kepada Engkau. Wujub mahabbah antara kita.... aku dan Engkau yang terkasih.


3. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?


BAB III

PENUTUP


A. KESIMPULAN

1. Fitrah adalah wujud singkronisasi antara manusia dengan seluruh makhluk semesta alam. Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan
Fitrah kita yang paling awal adalah fitrah seorang bayi.

Jika keseimbangan yang benar ditegakkan, kaca hati tersebut akan mencerminkan kecemerlangan bidang rohani, dan dengan demikian terbukalah sifat-sifat langit, dan terpantullah akhlak Allah.
Kemudian dalam suatu keadaan yang disebut penyucian, seorang manusia dilatih kembali untuk lepas dari neraka dirinya. Inilah proses alam pembersihan diri, dimana dari sini akan terbuka kembali alam kefitrahannya, yang pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam kefitrahan ini: keadaan hati yang ada dalam kecemerlangannya.


B. SARAN

Kita sebagai manusia marilah kita jaga agar hati kita tetap dalam keadaan suci, sehingga kefitrahan dalam diri kita selalu terjaga.






DAFTAR PUSTAKA


  1. Suara Hati dan Fitrah Manusia, Oleh Budhy Munawar-Rachman Dalam
  2. Mengapa kita beragama, oleh A Kamil dalam Telaga Hikmah
  3. Setan dan Fitrah Kemanusiaan, oleh Junet Haryo S

UPAYA MENGEMBALIKAN KEFITRAHAN HATI


Upaya MENGEMBALIKAN KEFITRAHAN HATI

PENDAHULUAN

Arti dari kata fitrah adalah manusia dapat menemukan hakikat tanpa memerlukan penalaran atau argumentasi, (yang sederhana ataupun yang rumit). Manusia dengan gamblang mendapatkan hakikat tersebut. Umpamanya, jika manusia melihat sekuntum bunga yang indah dan semerbak baunya, ia mengakui pesona bunga tersebut. Dalam pencerapan ini, ia tidak melihat adanya penalaran. Dengan serta-merta berkata, “Bunga ini elok rupanya”, tanpa memerlukan argumentasi.
Pengenalan terhadap Tuhan dan keberagamaan juga merupakan bagian dari jenis pengetahuan fitri. Ketika seseorang menengok ke lubuk hatinya, ia akan melihat cahaya kebenaran. Ia akan mendengar seruan dari sudut sanubarinya. Seruan yang mengajaknya ke arah Sumber Awal, menghampiri ilmu dan kemahakuasaan-Nya di jagad raya ini yang tanpa tandingan; Sumber Awal yang merupakan kesempurnaan mutlak dan mutlak sempurna. Dalam pengetahuan fitri ini, ia persis seperti melihat keelokan bunga yang tidak memerlukan argumentasi.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun Tugas dengan topik “UPAYA MENGEMBALIKAN KEFITRAHAN HATI”. Tugas ini disusun sebagai bahan untuk mendapatkan nilai dari mata kuliah “Profil Tenaga Pendidik”:

Dan khusus kepada bapak Dosen, dengan kerendahan hati kami menyampaikan terima kasih atas tugas yang diberikan dan juga bimbingannya. Sehingga dengan tugas itu, kami bisa merasakan bagaimana rasanya menyelesaikan sebuah permasalahan.

Selain itu juga kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini.
Besar harapan kami, agar makalah ini, bisa menjadi satu bahan pertimbangan untuk memberikan kami penilaian. Kami menyadari bahwa Tugas ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat Konstrukrif dari semua pihak yang telah membaca sangat diharapkan, agar penyusunan mendatang lebih sempurna.

Hormat Kami

SUDARTO



B PERUMUSAN MASALAH



  1. Apakah pengertian dari kefitrahan ?
  2. Bagaimana kefitrahan dalam diri kita?
  3. Bagaimana kefitrahan dalam diri kita setelah kita dewasa?
  4. Bagaimana pandangan tentang Manusia dan pembinaan Suara Hati ?
  5. Bagaimana caraku agar hatiku fitrah kembali?
C. TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH

  1. Mengetahui pengertian dari kefitrahan.
  2. Mengetahui kefitrahan dalam diri kita.
  3. Mengetahui kefitrahan dalam diri kita setelah kita dewasa.
  4. Mengetahui pandangan tentang Manusia dan pembinaan Suara Hati.
  5. Mengetahui cara-caraku agar hatiku fitrah kembali

D. SISTEMATIKA PEMBAHASAN.

Sistematika pembahasan makalah ini diuraikan dalam bahasa yang lugas, sederhana sehingga mudah dipahami termasuk oleh semua pembaca dari kelas Tarbiyah masuk sore. Selain itu berisi panduan – panduan dan pelajaran bagi generasi muda Islam sekarang, serta keterangan – keterangan mengenai masalah Kefitrahan dalam diri kita. Dengan perincian sebagai berikut :

  1. BAB 1 membahas Pendahuluan, Kata Pengantar, Perumusan Masalah, Tujuan Pembahasan masalah serta Sistematika pembahasan.
  2. BAB II berisi mengenai pembahasan masalah
  3. BAB III yang didalamnya merupakan Penutup yang berisi Kesimpulan dan saran

BAB II


PEMBAHASAN MASALAH

UPAYA MENGEMBALIKAN KEFITRAHAN HATI


A. Pengertian Fitrah



Kaidah Fitrah adalah wujud singkronisasi antara manusia dengan seluruh makhluk semesta alam. Dan inilah yang dinyatankanNya sebagai aturan wajib ditepati oleh manusia , sebagaimana dinyatakan dalam surah Ar-Rum : 30, sebagai berikut:

Artinya:

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu,


Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


B. Mari Kita Lihat Kefitrahan Kita dalam mulai awal


Kalau kita masih mau berbicara bahwa fitrah kita yang paling awal adalah fitrah seorang bayi, maka seorang bayi fitrahnya adalah: Dia tidak tahu namanya dan tidak tahu pula nama-nama lainnya, dia tidak tahu jenis kelaminnya, dia tidak tahu siapa orang tuanya, dia tidak pernah mengaku punya apa-apa, dia tidak tahu apa itu pahala dan dosa, dia tidak tahu apa itu siang dan malam, dia tidak tahu apa itu lapar dan haus, dia tidak tahu apa itu bahagia dan sedih, dia tidak tahu kata-kata dan huruf-huruf, dia tidak tahu warna-warni, bahkan dia tidak tahu untuk apa dia menangis dan tertawa.   Sedangkan kita…, semua tidak-tidak itu tadi sudah menjadi atribut keseharian kita. Dengan gagah perkasa kita mengakui semuanya itu sebagai atribut milik kita. Nama saya Sudarto , lalu semua yang ada disekitar si Darto adalah ‘MILIK’ si Darto. Masalahnya adalah bagaimana kita bisa tidak mengaku, bisa tidak merasa memiliki ditengah-tengah puluhan pengakuan dan kepemilikan kita itu…?. Ini sudah menjadi sebuah persoalan tersendiri…

 C. Sekarang mari kita lihat fitrah kita sebagai orang dewasa.

Islam menyebut bahwa melalui hati inilah manusia menemukan kesadaran ketuhanannya --yang nantinya akan mempunyai segi konsekuensial pada kesadaran moral dan sosialnya. Kesadaran yang disebut ketakwaan ini tumbuh dalam hati; sebaliknya dosa dan kekafiran juga berkembang dalam hati.

Kita sebagai seorang muslim yang taat, haruslah percaya kepada apa yang telah ditakdirkan oleh Allah. Tetapi dalam hal ini kita tidak boleh hanya diam tanpa berusaha, karena Allah tidak akan merubah nasib takdir seseorang apabila orang itu tidak mau berusaha untuk merubahnya


Problematika kemudian adalah dimaksudkan dengan istilah tersebut apakah sekedar menunjukkan makna konotatif ataukah denotatif.

Ada sebuah ungkapan yang dikenal di kalangan orang-orang kerohanian, bahwa di dalam diri manusia ada “ruang kosong” yang harus kita isi dengan hal-hal yang baik. Jika kita tidak mengisinya dengan hal-hal yang baik, maka ruang kosong itu, otomatis akan diisi dengan hal-hal yang buruk. Ibarat sebuah roda, ruang kosong itu adalah yang menjadikannya sebagai roda. Metafor ini bisa dipakai untuk manusia: ruang kosong itulah yang menjadikan kita berarti secara spiritual sebagai manusia. Itulah: suara hati, atau hati nurani.

Apa yang berkaitan dan sering dibicarakan sebagai “suara hati” (conscience) ini dalam Islam digambarkan dengan berbagai nama, qalb, fu`âd, lûbb, sirr, `aql, dan sebagainya, yang semuanya berhubungan dengan pengertian kesadaran, atau biasa disebut dalam wacana Islam sebagai “hati” (qalb, kalbu) saja, dari kata qalaba yang artinya “membalik” --berpotensi bolak-balik: di suatu saat merasa senang, dan di saat lain merasa susah, di suatu saat menerima, di saat lain meolak. Sehingga hati seringkali tidak konsisten, sehingga dibutuhkanlah cahaya Ilahi (maka disebut “hati-nurani” –yang maknanya hati yang bercahaya). Hati bisa “bolak-balik” sebab, kadangkala ia menerima bisikan malaikat (lammah malakîyah), kadangkala bisikan setan (lammah syaithânîyah), kadangkala bisikan nafsunya sendiri.

Kedudukan hati ini sangat penting dalam Islam, sehingga dalam Sufisme pemikiran mistisisme Islam misalnya, menaruh uraian tentang hati ini dalam jantung ajarannya. Walaupun kata “hati” ini barangkali kurang mengena bagi orang-orang modern dewasa ini yang terbiasa dengan wacana ilmu pengetahuan yang rasional, tetapi asing dengan istilah-istilah metaphor seperti “hati” yang lebih banyak merupakan tamsil-ibarat dari ilmu-ilmu kearifan. Tetapi justru inti ajaran agama yang membawa manusia pada moralitas luhur (akhlâq al-karîmah) ada dalam wacana suara hati ini.

Imam al-Ghazali seorang teolog besar Muslim abad 12 membahas soal suara hati ini dalam salah satu babnya dalam buku Ihya’ Ulum-i al-Din yang sangat terkenal. Pembahasan al-Ghazali tentang hati dalam buku tersebut, dapat dibandingkan dengan pembahasan tentang “Kecerdasan Emosi” (Emotional Intelligence, EQ) dan “kecerdasan spiritual” (spiritual intelligence, SQ) dalam psikologi kontemporer. Dalam buku tersebut, al-Ghazali menjelaskan “hati” sebagai acuan yang harus dikembangkan dalam pencapaian kehidupan rohani. Bahkan ia menafsirkan hati sebagai esensi dari kemanusiaan itu sendiri. Ia membandingkan hati dengan sebuah kaca yang mencerminkan segala sesuatu di sekelilingnya. Jika hati ada dalam situasi yang kacau, di mana akal-budi (`aql) yakni potensi yang dapat mengembangkan suara hati ini ditaklukkan dan tak dikenali, maka hati menjadi “mendung dan gelap” (artinya orang mengalami perasaan-perasaan negatif (sering disebut negative ego, dalam spiritualitas), akibatnya menjadi kurang cerdas secara emosi dan spiritual, yang biasa disebut dalam tasawuf “penyakit hati").

Sebaliknya jika keseimbangan yang benar ditegakkan, kaca hati tersebut akan mencerminkan kecemerlangan bidang rohani, dan dengan demikian terbukalah sifat-sifat langit, dan terpantullah akhlak Allah. Sesuai dengan Hadits Nabi, “Hiasilah dirimu dengan akhlak Allah.” Melalui dzikir kepada Allah, dan terhiasinya sifat-sifat positif dari akhlak-Nya, maka suara hati ini (kesadaran moral) pun mencapai apa yang dalam agama disebut “jiwa yang tenang” (nafs al-muthmainnah) yang membuka pintu bagi kedekatan kepada Allah. Sehingga hati menjadi tempat bagi ingatan akan Allah, sehingga akhirnya hati ini menjadi cahaya Allah. Hal ini seperti diungkap dalam al-Qur’an: al-Nûr /24: 35.

Artinya :

25. dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.

Islam menyebut bahwa melalui hati inilah manusia menemukan kesadaran ketuhanannya --yang nantinya akan mempunyai segi konsekuensial pada kesadaran moral dan sosialnya. Kesadaran yang disebut ketakwaan ini tumbuh dalam hati; sebaliknya dosa dan kekafiran juga berkembang dalam hati.

D. Pandangan tentang diri kita dan Pembinaan Suara Hati

Islam menegaskan bahwa manusia itu pada dasarnya baik.  Pelihara saja dasar itu, tidak usah ditambahi dan dikurangi. Meminjam istilah Dante Alegieri dalam bukunya Divina Comedia, menurut Islam manusia itu dilahirkan dalam fitrah yang suci.  Sehingga seorang bayi, hidup dalam alam

Minggu, 04 Oktober 2009

BERPUASA BAGI MUSAFIR



PUASA BAGAI MUSAFIR 2


Penulis adalah Mahasiswa UII Madiun, Jurusan Tarbiyah PAI semester 7

PUASA BAGI MUSAFIR (2-habis)

MUKADDIMAH

Pada bagian yang lalu, kita telah mengkaji hadits-hadits seputar berpuasa bagi musafir, yaitu hadits-hadits yang intinya membolehkan berpuasa.
Dan sebagai yang telah kami janjikan, bahwa pada kajian kali ini kita akan membahas hadits seputar perbedaan pendapat di kalangan ulama berkenaan dengan hal itu.

Semoga bermanfa'at.

NASKAH HADITS (3)

Dari Abi ad-Dardâ` radliyallâhu 'anhu, dia berkata, "Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada bulan Ramadlan saat temperatur sedemikian panas, hingga membuat salah seorang diantara kami sampai meletakkan tangannya diatas kepalanya saking panasnya. Dan tidak ada seorang diantara kami yang berpuasa selain Rasulullah dan 'Abdullah bin Rawahah." (HR.Muslim)

MAKNA GLOBAL

Pada bulan Ramadlan, di hari-hari yang demikian panas, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam keluar bersama para shahabatnya. Karena temperatur yang demikian panas tersebut, tidak ada seorangpun diantara mereka yang berpuasa selain Nabi dan 'Abdullah bin Rawahah al-Anshoriy radliyallâhu 'anhu.
Mereka berdua sanggup menahan panas tersebut dan berpuasa.

KANDUNGAN HADITS

- Kebolehan berpuasa di dalam perjalanan sekalipun kondisinya sangat sulit bahkan sampai membuat badan celaka.

NASKAH HADITS (4)

Dari Jabir bin 'Abdullah radliyallâhu 'anhum, dia berkata, Pernah dalma satu perjalanan, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam melihat desak-desakan dan seorang laki-laki yang dinaungi (dipayungi), lalu beliau bersabda, "Ada apa dengan orang ini?." Mereka menjawab, "Dia sedang berpuasa." Beliau bersabda, "Bukanlah termasuk 'Birr' (kebajikan) berpuasa di dalam perjalanan." (HR.Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan (sabda beliau), "Hendaklah kalian mengambil rukhshoh (dispensasi/keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada kalian." (HR.Muslim)

MAKNA GLOBAL

Pada salah satu perjalanannya, Rasulullah pernah melihat manusia saling berdesak-desakan dan seorang laki-laki yang dipayungi, maka beliau bertanya kepada mereka perihal orang tersebut. Mereka menjawab bahwa dia sedang berpuasa dan dahaga sedemikan mencekik dirinya. Maka beliau yang demikian pengasih dan mulia hatinya bersabda, "Sesungguhnya berpuasa di dalam perjalanan bukanlah termasuk perbuatan kebajikan akan tetapi hendaknya kalian mengambil rukhshoh yang Allah berikan kepada kalian." Karena Allah Ta'ala tidak menghendaki untuk menyiksa kalian manakala kalian beribadah kepadanya.

PELAJARAN DARI HADITS

Diantara pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini:

  1. Kebolehan berpuasa di dalam perjalanan dan kebolehan mengambil rukhshoh juga, yaitu dengan berbuka (tidak berpuasa)
  2. Berpuasa di dalam perjalanan bukan termasuk perbuatan kebajikan akan tetapi yang mengerjakannya mendapatkan pahala dan telah gugurlah kewajibannya
  3. Bahwa yang lebih utama adalah memilih rukhshoh-rukhshoh yang telah diberikan Allah, yang dengannya beban para hamba menjadi ringan.

PENDAPAT PARA ULAMA

Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum berpuasa di dalam perjalanan. Setidaknya, ada dua pendapat:

I. Menyatakan harus berbuka (tidak puasa)

Sebagian ulama Salaf sangat keras berpendapat bahwa bilamana seorang Musafir berpuasa, maka puasanya tersebut tidak mendapatkan pahala apa-apa. Ini adalah pendapat Imam az-Zuhriy, an-Nakha'iy. Pendapat ini juga diriwayatkan dari para shahabat seperti 'Abdurrahman bin 'Auf, Abu Hurairah dan Ibn 'Umar serta merupakan madzhab Ahli Zhahir.

Dalil

  1. Firman Allah Ta'ala dalam surat al-Baqarah, ayat 185, yaitu (artinya),

    "Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
    Arahan ayat:

    Mereka berkata bahwa dalam ayat ini Alllah tidak mewajibkan puasa kecuali atas orang yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) dan telah mewajibkan atas orang yang sakit dan Musafir pada hari-hari yang lain.

  2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pernah keluar pada tahun penaklukan Mekkah ('Am al-Fath) di bulan Ramadlan. Ketika itu beliau berpuasa hingga sampai di suatu tempat bernama Kirâ' al-Ghamîm. Orang-orang yang ikut serta ketika itu juga berpuasa. Kemudian beliau mengambil sebuah bejana air, lalu mengangkatnya hingga orang-orang melihatnya, kemudian beliau meminumnya. Setelah itu, ada yang bertanya, "Sesungguhnya ada sebagian orang di sini yang masing berpuasa."

    Maka beliau menjawab, "Mereka itulah para pembangkang (pelaku maksiat karena menentang Rasulullah), mereka itulah para pembangkang."
    Dalam hadits ini, beliau menyatakan "mereka itulah para pembangkang" karena tindakan mereka berpuasa.

  3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy dari Jabir, di dalamnya disebutkan "Bukanlah termasuk kebajikan, berpuasa di dalam perjalanan."

II. Boleh berpuasa ataupun tidak berpuasa.

Ini adalah pendapat Jumhur (mayoritas) ulama, diantaranya ulama Empat Madzhab.

Dalil

Jumhur ulama juga mengemukakan dalil-dalil yang kuat, diantaranya hadits-hadits yang telah kita bahas:

  1. Hadits yang diriwayatkan oleh Hamzah al-Aslamiy, "Jika kamu mau, silahkan berpuasa dan jika kamu mau, silahkan berbuka."
  2. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, "Kami pernah bepergian bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam namun tidak ada orang yang berpuasa mencela orang yang tidak berpuasa, demikian juga tidak ada orang yang tidak berpuasa mencela orang yang berpuasa."
  3. Hadits Abu Dardâ` diatas, yang menyatakan bahwa Rasulullah dan 'Abdullah bin Rawahah tetap berpuasa.

Bantahan Mereka Terhadap Pendapat Pertama

  1. Terhadap argumentasi dengan ayat diatas, orang yang karenanya ayat tersebut turun (alias Rasulullah) sesudah turunnya ayat tersebut juga pernah berpuasa sementara beliau adalah manusia yang paling mengetahui maknanya. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa maknanya bukan seperti yang kalian sebutkan itu.
    Kebanyakan para ulama menyebutkan bahwa di dalam ayat tersebut ada yang dbuang (tidak dinampakkan), seharusnya ada kata "lalu ia berbuka (tidak puasa)". Jadi, bunyinya, "…dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka)…" (Dalam hal ini, persis seperti pada terjemah al-Qur'an oleh DEPAG-red.,)
  2. Adapun argumentasi mereka dengan sabda Rasulullah, "Mereka itulah para pembangkang" , maka hal itu merupakan kondisi khusus, yaitu terhadap orang-orang yang merasa kesulitan untuk meneruskan puasa sehingga beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pun berbuka agar mereka mengikuti beliau namun mereka tidak mau, maka disabdakanlah demikian karena ketidakmauan mereka mengikuti tuntunan beliau.
  3. Adapun jawaban terhadap hadits, "Bukan termasuk kebajikan berpuasa di dalam perjalanan", maka maknanya adalah bahwa berpuasa di dalam perjalanan bukan termasuk kebajikan yang dimaksudkan untuk berlomba-lomba di dalamnya. Alias bila ingin berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan kondisi dalam perjalanan ini tempatnya.
    Sebab bisa jadi berbuka (tidak berpuasa) di dalam perjalanan adalah lebih utama bila di sana terdapat kesulitan atau ia dapat membantu untuk berjihad sementara Allah suka bila rukhshoh-rukhshoh yang diberikannya diambil oleh hamba-Nya sebagaimana Dia benci bilamana perbuatan-perbuatan maksiat dilakukan terhadap-Nya.

Masalah: Mana Yang Lebih Utama, Berpuasa atau Berbuka?

Setelah sependapat dalam hal kebolehan berpuasa atau tidak berpuasa di dalam perjalanan, Jumhur ulama berbeda pendapat seputar; mana yang lebih utama, berpuasa atau berbuka (tidak berpuasa)?

Dalam hal ini terdapat dua pendapat:

  1. Menyatakan bahwa berpuasa lebih utama bagi orang yang mendapatkan kesulitan di dalam perjalanan
    Ini merupakan pendapat tiga imam madzhab, yaitu Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi'iy

    Dalil

    Ada beberapa hadits, diantaranya:

    - Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Salamah bin al-Muhbiq dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, beliau bersabda (artinya), "Barangsiapa yang memiliki kendaraan yang menyebabkannya dalam kondisi kenyang (tidak mendapatkan kesulitan apapun), maka hendaklah dia berpuasa kapanpun dia mendapatkannya."

  2. Menyatakan bahwa berbuka di bulan Ramadlan adalah lebih utama sekalipun tidak mendapatkan kesulitan di dalam perjalanan.

    Ini adalah pendapat Imam Ahmad. Juga merupakan pendapat Sa'id bin al-Musayyib, al-Awza'iy dan Ishaq bin Rahawaih.

Dalil

Mereka berdalil dengan hadits-hadits:

  1. Hadits yang kita bahas, "Bukan termasuk kebajikan, berpuasa di dalam perjalanan."
  2. hadits, "Sesungguhnya Allah suka bila rukhshoh-rukhshohnya dijalankan."

FAEDAH

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan standar perjalanan yang dibolehkan berbuka (tidak berpuasa) dan meringkas shalat (Qashar). Pendapat yang tepat adalah bahwa tidak ada standar khusus sebagaimana yang biasa disebutkan oleh para ulama karena tidak satupun ada dalil yang menguatkan hal itu, yang berasal dari asy-Syâri' (Allah Ta'ala). Allah Ta'ala bahkan telah menyebutkan kata Safar (bepergian/perjalanan) secara mutlaq (tanpa mengait-ngaitkan dengan sesuatu) sehingga kita juga patut menjadikannya seperti itu. Artinya, sesuatu yang dianggap sebagai Safar maka dibolehkan padanya rukhshoh-rukhshoh yang berkenaan dengan Safar tersebut.

(Diambil dari kitab Taysîr al-'Allâm Syarh 'Umdah al-Ahkâm karya Syaikh 'Abdullah Al-Bassam, Jld.I, h.426-430)

Sabtu, 03 Oktober 2009

BAB PUASA BAGI MUSAFIR



PUASA BAGI MUSAFIR 1


Berpuasa Bagi Musafir (1)

Penulis adalah Mahasiswa UII Madiun, Jurusan Tarbiyah PAI semester 7

Naskah Hadits (1)

Dari 'Aisyah radliyallâhu 'anha, isteri Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bahwasanya Hamzah bin 'Amr al-Aslamiy berkata kepada Nabi, "Apakah aku boleh berpuasa di dalam perjalanan?." - Dia seorang yang banyak berpuasa - lalu Beliau bersabda, "Jika kamu mau, silahkan berpuasa dan jika kamu mau, silahkan berbuka (tidak puasa)." (HR.Muslim)

Makna Global

Para shahabat telah menyadari bahwa Allah Ta'ala Yang Maha Pengasih tidaklah memberikan keringanan (rukhshoh) berbuka (tidak berpuasa) di dalam perjalan melainkan semata sebagai rahmat dan welas-asih-Nya kepada mereka.

Hamzah al-Aslamiy termasuk orang yang sangat tahan dan kuat fisiknya sehingga mampu berpuasa, dia seorang yang suka terhadap kebaikan dan banyak berpuasa. Lantas dia bertanya kepada Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, Apakah dia boleh berpuasa?. Lantas beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memberikan alternatif kepadanya antara terus berpuasa dan berbuka (tidak berpuasa), maka beliaupun menjawab, "Jika kamu mau, silahkan berpuasa dan jika kamu mau, silahkan berbuka (tidak puasa)."

Kandungan Hadits

Ada beberapa kandungan hadits, diantaranya:

  1. Dispensasi (rukhshoh/keringanan) untuk berbuka di dalam perjalanan karena ia merupakan kondisi yang dimungkinkan mengalami kesulitan di dalamnya.
  2. Terdapat alternatif (pilihan) antara berpuasa dan berbuka (tidak berpuasa) bagi orang yang memiliki fisik yang kuat untuk tetap berpuasa. Yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah puasa bulan Ramadlan. Dan hal ini didapat dari penjelasan hadits yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan al-Hâkim bahwasanya Hamzah bin 'Amr berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kendaraan (onta) yang aku pergunakan untuk bepergian dan menyewakannya, siapa tahu aku nantinya bertemu dengan bulan ini, yakni Ramadlan sementara aku memiliki kekuatan (fisik) untuk berpuasa dan aku mendapatkan berpuasa bagi diriku lebih ringan ketimbang mengakhirkannya (mengqadlanya) sehingga lantaran itu menjadi hutang bagiku." Maka, beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Yang demikian itu yang kamu maui wahai Hamzah?."

Naskah hadits (2)

Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Kami pernah bepergian bersama Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam ; namun beliau tidak pernah mencela orang yang tetap berpuasa (dengan mengutamakan) orang yang berbuka dan juga (tidak mencela) orang yang berbuka (dengan mengutamakan) orang yang tetap berpuasa."

Makna Global

Para shahabat pernah bepergian bersama Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam ; sebagian mereka berbuka (tidak berpuasa) dan sebagian yang lain tetap berpuasa sementara beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam menyetujui hal itu semua sebab hukum asalnya adalah berpuasa sementara berbuka adalah sebagai Rukhshoh, sehingga tidak perlu mengingkari orang yang meninggalkan Rukhshoh.

Oleh karena itu, beliau tidak mencela sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam hal berpuasa ataupun berbuka.

Kandungan Hadits

Diantara kandungannya adalah:

  1. Bolehnya berbuka (tidak berpuasa) di dalam perjalanan
  2. Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memberikan persetujuan terhadap tindakan para shahabat baik yang berpuasa ataupun berbuka (tidak berpuasa) di dalam perjalanan. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua-duanya adalah boleh hukumnya.

Adapun mengenai perbedaan ulama seputar hal ini, akan dibicarakan pada kajian yang akan datang, insya Allah.

(Diambil dari kitab Taysîr al-'Allâm Syarh 'Umdah al-Ahkâm karya Syaikh 'Abdullah Al-Bassam, Jld.I, h.424-426)

DAFTAR ISI