Kamis, 12 Februari 2009

Sertifikasi Guru




SERTIFIKASI GURU, SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

SERTIFIKASI GURU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN













BAB I


PEMBAHASAN MASALAH



PENGERTIAN, TUJUAN , MANFAAT, DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU


A. Pengertian Sertifikasi Guru


Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.

Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.


B. Tujuan Sertifikasi Guru


Sertifikasi guru bertujuan untuk:


  1. menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
  2. meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
  3. meningkatkan martabat guru
  4. meningkatkan profesionalitas guru

C. Manfaat Sertifikasi Guru

Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.

  1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
  2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
  3. Meningkatkan kesejahteraan guru

Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.

D. Dasar Pelaksanaan Sertifikasi

Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.

Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Apa sertifikasi guru menjamin peningkatan kualitas guru?

Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.

Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.

Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.

E. Pelaksana Sertifikasi Guru.

UUGD Pasal 11 ayat (2) dinyatakan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan demikian sertifikasi guru diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

F. Peserta Sertifikasi Guru.

Semua guru yang memenuhi persyaratan berhak mengikuti sertifikasi, baik guru baik PNS maupun Non-PNS. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak membedakan guru menurut unit organisasinya, terutama berkaitan dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus.

Semua guru dalam jabatan boleh mengikuti sertifikasi guru asalkan memenuhi persyaratan sertifikasi guru. Guru honorer yang memenuhi kriteria boleh mengikuti sertifikasi guru. Guru dalam jabatan adalah guru yang secara resmi telah mengajar pada suatru satuan pendidikan saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diberlakukan. Semua guru yang belum pensiun berhak mengikuti sertifikasi. Sertifikasi guru agama baik yang diangkat Depdiknas, Depag, maupun Pemda dilakukan oleh Depag. Guru BP dapat dimasukkan dalam kuota, sementara itu instrumennya akan disiapkan.




BAB II

KRITERIA, PERSYARATAN , DAN REKRUTMEN PESERTA SERTIFIKASI GURU

A. Kriteria Dan Persyaratan

Guru yang dapat mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan utama yaitu memiliki ijasah akademik atau kualifikasi akademik minimal S-1 atau D4. Sertifikasi bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya dapat memilih proses sertifikasi berbasis pada ijazah S1/D4 yang dimiliki, atau memilih proses sertifikasi berbasis bidang studi yang diajarkan. Jalur sertifikasi mana yang akan dipilih oleh guru, sepenuhnya diserahkan guru yang bersangkutan dengan segala konsekuensinya.

Bagi guru yang belum memiliki ijasah S1/D4 wajib menyelesaikan dahulu kuliah S1/D4 sampai yang bersangkutan memperoleh ijasah S1/D4. Program studi yang diambil harus sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau sesuai dengan program studi yang dimiliki sebelumnya. Sambil menyelesaikan studinya, guru dapat mengumpulkan portofolio.

Bagi guru yang sudah S1/D4 mempersiapkan diri dengan mengumpulkan portofolio yang merekam jejak profesionalitas guru selama mengabdikan diri sebagai guru.Disamping itu, sambil menunggu kesempatan mengikuti sertifikasi, guru meningkatkan profesionalitasnya dengan melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan inovasi-inovasi pembelajaran di sekolah.

Guru calon peserta sertifikasi yang memenuhi kriteria kualifikasi bisa mendaftarkan diri ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk dimasukkan dalam daftar calon peserta sertifikasi. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar prioritas guru berdasarkan urutan kriteria yang telah ditetapkan. Guru mencari informasi ke Dinas Kabupaten/ Kota.

B. Rekrutmen Peserta Sertifikasi Guru

Proses rekrutmen peserta sertifikasi mengikuti alur sebagai berikut:

  1. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar panjang guru yang memenuhi persyaratan sertifikasi.
  2. Dinas Kabupaten/Kota melakukan rangking calon peserta kualifikasi dengan urutan kriteria sebagai berikut:
    1. masa kerja
    2. usia
    3. golongan (bagi PNS)
    4. beban mengajar
    5. tugas tambahan
    6. prestasi kerja
  3. Dinas Kabupaten/Kota menetapkan peserta sertifikasi sesuai dengan kuota dari Ditjen PMPTK dan mengumumkan daftar peserta sertifikasi tersebut kepada guru melalui forum-forum atau papan pengumuman di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Masa kerja dihitung selama seseorang menjadi guru. Bagi guru PNS masa kerja dihitung mulai dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas berdasarkan SK CPNS. Bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru mengajar yang dibuktikan dengan Surat Keputusan dari Sekolah berdasarkan surat pengangkatan dari yayasan. Menurut UUGD dan Permendiknas jumlah jam wajib mengajar guru adalah 24 jam tatap muka. Untuk memenuhi jumlah wajib mengajar, maka seorang guru dapat melakukan: - mengajar di sekolah lain yang memiliki ijin operasional Pemerintah atau Pemerintah Daerah - melakukan Team Teaching (dengan mengikuti kaidah-kaidah team teaching)

Bagi guru dengan alasan tertentu sama sekali tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam misalnya guru yang mengajar di daerah terpencil, maka seperti dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 pasal 6 ayat (4), guru tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.

Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah juga harus mengikuti sertifikasi. Kewajiban mengajar kepala sekolah adalah 6 jam tatap muka dan wakil kepala sekolah 12 jam tatap muka. Idealnya kepala sekolah dan wakil kepala sekolah harus memperoleh sertifikat pendidik lebih dahulu, agar jadi contoh yang baik bagi guru yang lain.

C. Kuota

Pada tahun 2007 kuota non PNS tetap 25%, padahal banyak guru non PNS yang masa kerjanya masih sedikit masuk dalam kuota. Hal ini menimbulkan iri pada guru PNS yang masa kerjanya lebih lama.

Kuota guru non PNS tetap 25% karena sudah merupakan kesepakatan dengan BMPS sebagai bagian dari bentuk perhatian kepada guru non PNS, namun guru non PNS yang mengikuti sertifikasi harus memenuhi persyaratan masa kerja minimal 2 tahun.

D. Macam – Macam Pelaksanaan Sertifikasi Guru

Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu: a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan b. melalui pendidikan profesi bagi calon guru

Sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:

a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Guru yang memiliki nilai portofolio di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik.Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang sedikit dari batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Setelah lengkap guru dinyatakan lulus dan berhak menerima sertifikat pendidik.

Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pada akhir diklat profesi guru, dilakukan ujian dengan materi uji mencakup 4 kompetensi guru. Bagi guru yang lulus ujian berhak menerima sertifikat pendidik, dan guru yang belum lulus diberi kesempatan untuk mengulang materi diklat yang belum lulus sebanyak 2 kali kesempatan.

Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Jadi portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak profesionalitas guru selama mengajar yang mencakup 10 jenis sebagai berikut:

Sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan akan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:

1. Kualifikasi akademik;
2. Pendidikan dan pelatihan;
3. Pengalaman mengajar;
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
5. Penilaian dari atasan dan pengawas;
6. Prestasi akademik;
7. Karya pengembangan profesi;
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Portofolio yang sudah didokumentasikan guru dirangkum dalam suatu format Instrumen portofolio. Instrumen tersebut sudah disiapkan dan akan didistribusikan kepada guru melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Instrumen portofolio diisi guru dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan perjalanan profesionalitas guru dan dilampiri dengan bukti fisik yang telah disahkan keasliannya.

Dokumen portofolio disahkan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah tempat guru mengajar. Untuk Kepala Sekolah berkas portofolio disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk.

Karena penilaian portofolio berdasarkan dokumen yang diterima, maka harus ada bukti yang dilampirkan. Apabila dokumen tersebut hilang, maka guru harus mencari bukti lain dari sumber yang mengeluarkan dokumen tersebut.

Dokumen yang rusak dapat difotokopi dan disahkan oleh lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut atau pejabat yang ditunjuk.

Ada hal-hal yang sama, ada juga yang berbeda seperti skala penilaian dan bobot untuk masing-masing komponen berbeda dengan penilaian angka kredit jabatan.

Seorang guru yang profesional harus memenuhi seluruh komponen yang disebutkan di point (Prosedur dan Mekanisme Sertifikasi Guru) di atas. Komponen kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; dan penilaian dari atasan dan pengawas merupakan komponen yang utama dalam sertifikasi. Jadi semua komponen harus dipenuhi.

Pendidikan dan pelatihan profesi guru (Diklat Profesi Guru/DPG) merupakan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki otoritas untuk melaksanakan sertifikasi guru bagi peserta sertifikasi yang belum lulus penilaian portofolio. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru dibidang pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional

Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi: a. Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik b. Perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih c. Pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. d. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum e. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.

Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah pene-litian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Banyak ahli pendidikan yang memberikan koreksi seharusnya lebih cocok digunakan istilah kompetensi akademik. Kompetensi professional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut di atas.

Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

Kompetensi Kepribadian


  • Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
  • Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
  • Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
  • Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
  • Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

Kewajiban Guru Sebagai Tenaga Profesional

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

  1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
  2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
  4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
  5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Guru yang yang tidak lulus ujian diklat profesi harus meningkatkan kompetensinya melalui belajar mandiri, pertemuan MGMP, atau pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas, PMPTK, atau lembaga lain (remedial program). Setelah siap maka guru diberi kesempatan dua kali untuk ujian ulangan.

Bersama dengan kepala sekolah, Pengawas berperan sebagai evaluator atau penilai bagi guru dalam hal melaksanakan pembelajaran, kompetensi kepribadian, dan sosial dengan menggunakan format yang telah disiapkan. Instrumen penilaian dari atasan dan pengawas harus diisi oleh keduanya dalam satu format instrumen.

Peran LPMP dan P4TK Dalam Sertifikasi Guru

Peran LPMP dan P4TK dalam sertifikasi guru:

  1. menjadi salah satu sumber informasi sertifikasi guru,
  2. melakukan sosialisasi sertifikasi kepada guru,
  3. LPMP mengolah data peserta dan menganalisis hasil sertifikasi guru sebagai bahan kebijakan pembinaan guru pasca sertifikasi,
  4. P4TK melakukan pembinaan guru pasca sertifikasi,
  5. Widyaiswara pada LPMP dan P4TK yang memenuhi persyaratan dapat mendaftarkan sebagai asesor di LPTK setempat yang ditetapkan menyelenggarakan sertifikasi.



BAB III

PENDIDIKAN DI INDONESIA PASCA SERTIFIKASI GURU

Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Apa yang harus dilakukan? Menyimak dari pengalaman pelaksanaan sertifikasi di berbagai negara, maka akan muncul pertanyaan. “Bagaimana agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi guru?” Dan apabila gagal, “mengapa sertifikasi gagal meningkatkan kualitas guru?” Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru. Sertifikasi bukan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan guru yang berkualitas. Kegagalan dalam mencapai tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan sertifikasi sebagai tujuan itu sendiri.

Bagi bangsa dan pemerintah Indonesia harus senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa jangan sampai sertifikasi menjadi tujuan. Oleh karenanya, semenjak awal harus ditekankan khususnya di kalangan pendidik, guru, dan dosen, bahwa tujuan utama adalah kualitas, sedangkan kualifikasi dan sertifikasi merupakan sarana untuk mencapai kualitas tersebut.

A. Jaminan Mutu Pendidikan.

Adakah jaminan bahwa sertifikasi akan meningkatkan kualitas kompetensi guru? Ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji secara mendalam untuk memberikan jaminan bahwa sertifikasi akan meningkatkan kualitas kompetensi guru dan Kualitas Pendidikan.

Pertama dan sekaligus yang utama, sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas pendidikan. Sertikasi bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standard kemampuan guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi uji sertifikasi.Dengan tindak lanjut maka akan meningkatkan Kwalitas pendidikan di Indonesia dari segi kemampuan Kompetensi Guru sehingga akan mempengaruhi kwalitas anak didik yang diajar.

Kedua, konsistensi dan ketegaran pemerintah. Sebagai suatu kebijakan yang merentuhan dengan berbagai kelompok masyarakat akan mendapatkan berbagai tantangan dan tuntutan. Paling tidak tuntutan dan tantangan akan muncul dari 3 sumber. Sumber pertama adalah dalam penentuan lembaga yang berhak melaksanakan uji sertifikasi. Berbagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, khususnya dari fihak Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta akan menuntut untuk diberi hak menyelenggarakan dan melaksanakan uji sertifikasi. Demikian juga, akan muncul tuntutan dari berbagai LPTK negeri khususnya di daerah luar jawa akan menuntut dengan alasan demi keseimbangan geografis. Tuntutan ini akan mempengaruhi penentuan yang mendasarkan pada objektivitas kemampuan suatu perguruan tinggi. Ketegaran dan konsistensi pemerintah juga diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan sekaligus tantangan bagi pelaksana Undang-Undang yang muncul dari kalangan guru sendiri. Mereka yang sudah senior atau mereka para guru yang masih jauh dari pensyaratan akan menentang dan menuntut berbagai kemudahan agar bisa memperoleh sertifikat profesi tersebut.

Ketiga, tegas dan tegakkan hukum. Dalam pelaksanaan sertifikasi, akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada. Adanya penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai fihak, khususnya guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas. Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah pelaksanaan sertifikasi yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang dimaksud, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain sebagainya. Karena apabila proses pemberian sertifikasi tidak sesuai dengan jalur maka akan berdampak pada kurangnya mutu pendidikan dimasa yang akan datang.

Keempat, laksanakan UU secara konsekuen. Tuntutan dan tantangan juga akan muncul dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat pendidikan yang relatif tertinggal. Kalau UUGD dilaksanakan maka sebagian besar dari pendidik di daerah ini tidak akan lolos sertifikasi. Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk daerah yang terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standard tidak mengenal toleransi. Disebabkan hal itu akan mempengaruhi mutu pendidikan dari tingkat Dasar sampai tingkat perguruan Tinggi.

Kelima pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan anggaran yang memadai, baik untuk pelaksanaan sertifikasi maupun untuk pemberian tunjangan profesi.

B. PEMBINAAN PASCA SERTIFIKASI

Pembinaan guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan prosionalitasnya sebagai guru.

Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.

Desain jejaring kerja (networking) peningkatan profesionalitas guru berkelanjutan melibatkan instansi Pusat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota serta Perguruan Tinggi setempat.

P4TK yang berbasis mata pelajaran membentuk Tim Pengembang Materi Pembelajaran, bekerjasama dengan Perguruan Tinggi bertugas:

  1. Menelaah dan mengembangkan materi untuk kegiatan KKG dan MGMP
  2. Mengembangkan model-model pembelajaran
  3. Mengembangkan modul untuk pelatihan instruktur dan guru inti
  4. Memberikan pembekalan kepada instruktur pada LPMP
  5. Mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dan guru inti dalam kegiatan KKG dan MGMP

LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi melakukan seleksi guru utk menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Propinsi per mata pelajaran dengan tugas:

  1. Menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP
  2. Mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP
  3. Menjamin keterlaksanaan kegiatan KKG dan MGMP
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan seleksi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Kab/Kota dan membentuk Guru Inti per mata pelajaran dengan tugas:
  1. Motivator bagi guru untuk aktif dalam KKG dan MGMP
  2. Menjadi fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP
  3. Mengembangkan inovasi pembelajaran
  4. Menjadi narasumber pada kegiatan KKG dan MGMP

KKG dan MGMP sebagai wadah pengembangan profesi guru melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi profesi guru.

C. Guru Harus Mengetahui Psikologi Anak Didik

Interaksi antara anak dan guru sangat penting. Guru hendaknya merespons dengan cepat dan langsung pada kebutuhan, keinginan, dan pesan anak, serta menyesuaikan respons terhadap perbedaan style dan kemampuan anak. Guru juga harus memberi banyak kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi, memfasilitasi keberhasilan anak menyelesaikan tugas berupa dukungan, perhatian, kedekatan fisik dan dorongan. Orang dewasa paham bahwa anak belajar melalui trial and error dan bahwa kesalahpahaman anak mencerminkan perkembangan berpikirnya.

Guru harus selalu memperhatikan tanda-tanda anak yang stres dan tahu cara membantu anak menghadapinya. Selain itu, guru juga perlu membagi pengetahuannya tentang perkembangan anak, pemahaman, dan sumber daya yang ada sebagai bagian dari komunikasi rutin sewaktu pertemuan dengan orangtua. Orangtua merupakan pihak yang tepat dan bertanggung jawab untuk membagi dalam mengambil keputusan untuk anaknya, tentang apa yang berguna untuk anak dan pendidikannya. Orangtua harus didorong untuk memerhatikan dan berpartisipasi. Keputusan penting tentang anak, misalnya pendaftaran ke suatu sekolah, sebaiknya tidak dibuat berdasarkan satu assesment perkembangan atau alat tes, melainkan berdasarkan hasil observasi guru dan orangtua.

Pemahaman akan peran dan kebutuhan anak dapat dikatakan bukanlah sesuatu yang mendapat perhatian besar dari masyarakat dalam strata apa pun, dari yang paling rendah sampai yang tinggi. Bahwasannya anak ”hanya mendengar, dan tidak untuk didengar”, sehingga tidak jarang ada pemaksaan-pemaksaan terhadap anak. Sering kita lihat, orangtua memaksakan anaknya untuk ikut kegiatan yang sebenarnya tidak diminati anak. Misalnya, anak dipaksa untuk mengikuti les berbagai mata pelajaran, les tari, musik sampai ikut kursus model. Artinya, anak harus mengikuti ambisi dan keinginan orangtuanya, sehingga praktis masa sosialisasi dan keceriaan dunia anak terganggu. Mereka sangat jarang dapat menyalurkan kreativitasnya sesuai dengan dunianya.

Selain itu, sering terjadi diskriminasi terhadap hak anak. Khususnya dalam menentukan pendidikan bagi anak, gender seringkali menjadi faktor utama untuk menentukan siapakah dalam keluarga yang patut didahulukan dalam hal orangtua memiliki dana yang terbatas. Sering anak perempuan menjadi korban atas kondisi tersebut.

D. Sekolah Ideal Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan

Didalam perkembangan akhir-akhir ini dalam lingkup pendidikan, dimana para orang tua banyak yang ingin meletakkan pendidikan putra putrinya di lembaga pendidikan yang baik. Permasalahannya sekarang bagaimana sekolah yang ideal itu ?. Apabila kita tinjau lebih dalam, bahwa sekolah itu adalah sebuah Amanat dari masyarakat. Mengingat Sekolah itu berada di tengah-masyarakat dan kita ingin mencari dukungan dari masyarakat, dalam arti secara singkatnya pendidikan itu dari masyarakat untuk masyarakat, maka untuk membentuk suatu sekolah yang ideal tentu kita harus menggali kebutuhan apa saja yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat itu sendiri. Pengertian tempat lingkungan itu bukanlah mempunyai arti yang sempit, tetapi dalam arti seluruh lingkungan masyarakat yang luas yang bisa berinteraksi dengan pendidikan tersebut.

Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan itu merupakan Spesialisasi tersendiri yang asalnya dari Pendidikan Keluarga ke Pendidikan Sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil / output yang sesuai dengan yang diharapkan. Faktor lain yang perlu diperhitungkan juga mengenai Faktor Budaya, dimana Pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya. Akan tetapi budaya perlu adanya filter yang sesuai dengan norma-norma kebudayaan kita.Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang baik perlu dikembangkan .

Mengenai methode Pengajaran anak, handaknya jangan disampaikan satu arah. Artinya anak jangan hanya diberi informasi saja oleh pendidik tanpa menggali potensi dari anak didik. Oleh sebab itu methode yang tepat adalah menggali dan mengembangkan bakat dan minat dari siswa dan didukung dengan acuan dasar kurikulum yang tepat.Dari uraian singkat mengenai bagaimana cara membentuk sekolah yang ideal dalam pandangan Filsafat Pendidikan di atas dapat disimpulkan.

  1. Pertama, sekolah itu adalah Amanat Masyarakat, Oleh sebab itu untuk menarik atau agar diminati masyarakat, maka perlu menggali hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
  2. Kedua, pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan.
  3. Ketiga, faktor budaya yang sesuai dengan norma-norma adalah perlu dipertimbangkan dalam pembentukan sekolah yang ideal, sebab Pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya.
  4. Keempat, adanya methode dan kurikulum yang tepat sehingga sekolah tersebut sangat perlu dan mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat setempat pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
  5. Dengan demikian, jelaslah bahwa beberapa hal yang merupakan faktor penunjang dari pembentukan sekolah yang ideal, disamping ada faktor-faktor lain yang menunjang.




BAB IV

PENUTUP

Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.

Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan sertifikasi akan menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun demikian, pelaksanaan sertifikasi akan menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga akan muncul. Bagaimana cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini, akan menentukan apakah sertifikasi akan berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru.

a. Kesimpulan.



  1. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.

    Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

  2. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.
    Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

    Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
  3. Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu:
    1. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan
    2. melalui pendidikan profesi bagi calon guru
    3. Sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:

    1. kualifikasi akademik;
    2. pendidikan dan pelatihan;
    3. pengalaman mengajar;
    4. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
    5. penilaian dari atasan dan pengawas;
    6. prestasi akademik;
    7. karya pengembangan profesi;
    8. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
    9. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
    10. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
  4. Guru yang memiliki nilai portofolio di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik.Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang sedikit dari batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Setelah lengkap guru dinyatakan lulus dan berhak menerima sertifikat pendidik.
  5. Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pada akhir diklat profesi guru, dilakukan ujian dengan materi uji mencakup 4 kompetensi guru. Bagi guru yang lulus ujian berhak
  6. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas fungsi sekolah adalah seorang yang profesioanal. Artinya seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas pengajaran, dan edukasi. Di dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, menguasai berbagai metode pengajaran, dan mengenal anak didiknya baik secara lahiriah atau batiniah (memahami setiap anak). Dalam pengenalan anak, guru dituntut untuk mengetahui latar belakang kehidupan anak, lingkungan anak, dan tentunya mengetahui kelemahan-kelemahan anaksecara psikologis. Untuk itu, guru harus dapat menjadi seorang “dokter” yang dapat melakukan “diagnosa” untuk menemukan kelemahan-kelemahan si anak sebelum mengajarkan ilmu yang telah dikuasainya. Setelah itu, baru dia akan memilih metode atau mengulangi sesuatu topik sebagai dasar untuk memudahkan pemahaman si anak terhadap ilmu yang akan diajarkan. Misalnya seorang guru matematika akan mengaJ’arkan topik pangkat bilangan, tentunya guru harus mengetahui sejauh mana anak telah menguasai konsep perkalian. Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus mampu:
    1. Berkomunikasi dengan baik terhadap siapa audiensnya,
    2. Melakukan kajian sederhana khususnya dalam pengenalan anak,
    3. Menulis hasil kajiannya,
    4. Menyiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan persiapan mengajarnya termasuk sipa tampil menarik dan bertingkah laku sebagai guru, menguasai ilmunya dan siap menjawabsetiap pertanyaan dari anak didiknya,
    5. Menyajikan/,\meramu materi ajar secara konkrit (metode pengajaran),
    6. Menyusun dan melaksanakan materi penilaian secara objektif sesuai dengan taksonomi bloom dan mengoreksinya setiap harinya, dan lain sebagainya. Untu itu, dituntut kreatifitas guru, keprofesionalan guru, memegang etika guru dan tentunya dedikasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas keguruannya. Jika hal ini dilakukan oleh masing-masing guru maka benarlah bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional yang tak mungkin dapat dilakukan oleh orang lain.
    7. Pasca sertifikasi guru harus bisa meningkatkan mutu Pendidikan di Indonesia
    8. Pembinaan pasca sertifikasi harus terus diberikan kepada Guru – Guru yang telah lulus sertifikasi baik tingkat pendidikan Dasar maupun tingkat pendidikan Menengah maupun tinggi..
    9. Guru harus mengetahui psikologi anak didik agar pemebelajaran bisa berlangsung dengan baik.
    10. Paska sertifikasi para guru yang telah lulus sertifikasi harus bisa menjadikan tempat mengajarnya menjadi sekolah ideal dalam pandangan filsafat pendidikan maupun masyarakat.
  7. Saran

Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.

Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan sertifikasi akan menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun demikian, pelaksanaan sertifikasi akan menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga akan muncul. Bagaimana cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini, akan menentukan apakah sertifikasi akan berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru.




DAFTAR PUSTAKA

Sumber utama :

Dikutip dari:


  1. Bismoko, J., Standarisasi dan Sertifikasi Guru: Modern, Sektarian, Politis,
  2. Kedaulatan Rakyat, Kolom OPINI, 3 Desember 2005.
  3. Hasil Observasi dan Wawancara Mahasiswa Program Akta IV, Angkatan XVIII, Jurusan Tarbiyah UII, dengan bebarapa Guru di Yogyakarta, tentang Pandangan Para Guru Terhadap Kebijakan Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Juni - Juli 2005.
  4. Listiyono, Agus, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Guru, From:http:// www.kompas. com/kompas-cetak/0311/03/Didaktika/659708.htm. akses, Rabu, 13 April 2005.
  5. Poedjinoegroho E, Baskoro, 2005, Guru Peofesional, Adakah?, Kompas, 5 Januari 2006, kolom, 7.
  6. Purwanto, Profesionalisme Guru, From: http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t10/10- 7.htm, akses, senin, 14-2-2005.
  7. Sanaky, Hujair AH., 2004, Tantangan Pendidikan Islam di Era Informasi [Pergeseran Paradigma Pendidikan Islam Indonesia di Era Informasi], Jurnal Stusi Islam MUKADDIMAH, Kopertais Wilayah III dan PTAIS DIY, No. 16TH.X/2004, ISSN:0853- 6759, Yogyakarta.
  8. Sudibyo, Bambang dan Hamid Awaludin, 2005, Pandapat Akhir Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, Disampaikan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang R.I. Nomor. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
  9. Suparno, Paul, 2004, Guru Demokratis di Era Reformasi, Grasindo, Jakarta.
  10. -----------,2005, Dampak RUU Guru Terhadap Kualitas dan Kesejahteraan Guru,. Kedaulatan Rakyat, 15/11/2005, Yogyakarta.
  11. Makalah disampaikan pada seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh PPS Unair, pada tanaggal 28 April 2007 di Surabaya oleh Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional
  12. Article:http://ameliaday.wordpress.com/2007/11/25/sertifikasi-guru/




    KALAU ADA SALAH DARI TULISAN INI, MOHON MAAF!



     
    BIODATA PENULIS
    
    

    1. Nama : SUDARTO

    2. Nama panggilan : Suneo, Mbah Darto
    3. Tempat , Tgl lahir : Madiun, 01 Juli 1980
    4. Pekerjaan :
      1. Staf Karyawan CPNS di SMP 1 Kebonsaripada Bagian Lab IPA dan Bagian Koperasi Siswa.
      2. Perancang Bangunan lepas
    5. Riwayat Pendidikan :
      1. SD Negeri Banaran 1, 1986 - 1992
      2. SMP Negeri 1 Geger, 1992 - 1995
      3. SMK 1 Madiun, 1995 - 1998
      4. Menempuh S1 TARBIYAH PAI, baru semester 6 di UII Madiun, 2006 - .....
    6. Pengalaman Organisasi:
      1. IKSABA Tahun 1997 - 1998(Anggota)
      2. ISHARI 1995 - 2002 (Anggota)
      3. Karang Taruna REMAJA BINA CITRA 1999 - Sekarang(Ketua)
      4. ANSOR Ranting Banaran 2005 - Sekarang(Wakil Ketua)
      5. Ta'mir Masjid Ulin Nuha UII Madiun 2007 - Sekarang (Kemasyarakatan dan Zakat)
    7. Status Perkawinan : Belum Kawin.
    8. Nama Ayah : MADJID BIN (KOMARI)
    9. NAMA IBU : ISMIRAH BIN MATLEHAR
    10. Jumlah Saudara : 6 anak (anak ke - 6)






0 komentar:

Posting Komentar

DAFTAR ISI